Halo semua! Gimana puasanya, lancar kan? Enggak kerasa ya 103 hari lagi hari kemerdekaan Indonesia. Loh? Hahaha
Masih tentang dunia tulis menulis. Kali ini saya ingin berdiskusi tentang tiga bab yang menentukan dalam sebuah novel. Menentukan untuk apa sih? Pertama, menentukan apakah editor bakal tertarik untuk menggaet naskah kita. Kedua, menentukan apakah pembaca bakal terus lanjut membaca atau mending beli seblak aja.😄Ya, tiga bab awal memang sangat krusial untuk menentukan nasib karya kita.
Postingan ini adalah hasil kolaborasi lanjutan dengan Thessalivia sang penulis cemerlang Novel Nikah Muda. Kenapa kolaborasi lanjutan? Karena ke depannya bakal banyak lagi kolaborasi kami. Ya enggak, Thess? Hahaha...
Setelah Thessa mengupas tuntas tentang 5 hal yang perlu dihindari dalam menulis tiga bab awal, kali ini saya mencoba membahas 5 hal yang perlu diperhatikan dalam menulis bagian krusial itu. Apa saja? Cekidot!
Silakan baca postingan Thessa: Hal yang perlu dihindari dalam menulis 3 bab awal
1. Segera bawa pembaca ke atmosfer cerita
Ini ada kaitannya dengan genre. Ada kaitannya juga dengan tone cerita. Jangan sampai setelah pembaca menyelesaikan bab pertama, mereka dilanda kehampaan. Tone dan genre cerita belum terbaca sama sekali oleh mereka. Mereka belum terserap dalam atmosfer cerita. Maka dari itu menurut saya, bab pertama sangat krusial untuk menyampaikan tone dan genre cerita agar para pembaca segera masuk ke atmosfer cerita yang kita bangun. Sebagai contoh, jika genre kita adalah horor, di bab 1 langsung saja bangun suasana horor, buka dengan adegan yang bisa bikin bulu kuduk pembaca berlari (enggak cuma berdiri), langsung munculin hantu atau apa kek yang bisa bikin pembaca melotot hehe. Jika genre kita komedi, langsung aja buka dengan adegan konyol atau dialog kocak. Jika pembaca udah masuk ke atmosfer cerita, kemungkinan besar pembaca bakal lanjut.
2. Fokus pada karakter utama
Kita semua sepakat bahwa karakter utamalah yang menahkodai cerita kita hingga akhir. Untuk itu, perkenalkan karakter utama secara maksimal di tiga bab awal. Saya setuju dengan Thessa, jangan menampilkan terlalu banyak karakter di sana. Biarkan pembaca terikat dulu dengan karakter utama, biarkan mereka relate dengan tindak-tanduk si karakter. Tapi perlu digarisbawahi, bukan berarti tiga bab awal dijejali dengan deskripsi fisik si karakter utama, atau detail-detail karakter yang tidak menambah laju cerita, lho. Jatuhnya malah ngebosenin. Fokus pada karakter utama di sini lebih pada segera sampaikan keinginan sang karakter. Mengapa? karena inti dari sebuah cerita adalah perkara bagaimana usaha karakter utama untuk mencapai keinginannya, bukan? Keinginan inilah yang membuat pembaca merasa relate dengan si karakter.
3. Hindari backstory
Backstory itu penting, tapi tidak pada bab awal. Keberadaan backstory sifatnya memperlambat cerita. Padahal, kita butuh hentakan di bab awal novel. Kita bisa menaruh backstory untuk menurunkan ketegangan, memperlambat tempo. Jadi, tidak tepat jika menaruh backstory di bab awal. Intinya, hindari semua yang memperlambat cerita di bab awal, termasuk backstory. Bab awal tuh harus "tas-tes bat-bet", karena kalau tidak, pembaca bakal bosan dan say goodbye pada itu cerita.
4. Pancing rasa penasaran di tiap akhir bab
Untuk hal ini, kita perlu belajar pada drama korea. Menurut saya, drakor sangat piawai bikin para penonton enggak bisa tidur, kepikiran episode-episode selanjutnya. Bagaimana tidak, setiap akhir episode selalu ditutup dengan teka-teki. Enggak jarang kita dengar, orang rela begadang demi menamatkan seluruh episode drakor. Kebetulan saya sering keracunan drakor wakaka. Anyway, hal tersebut bisa diimplementasikan dalam menulis novel, khususnya bab awal. Ibarat episode awal, tutup setiap bab dengan memancing rasa penasaran pembaca hingga mereka enggak kuasa untuk terus dan terus membaca.
Baca juga: Dari Drakor Penulis Belajar
5. Hati-hati dengan prolog
Sepertinya, rata-rata penulis (termasuk saya) suka menulis prolog. Ternyata, banyak pakar kepenulisan yang justru menyarankan prolog ini dihilangkan saja kecuali jika benar-benar-benar diperlukan. Artinya, penulis harus memiliki pertimbangan yang kuat jika ingin menulis prolog. Jujur saja, tentang prolog ini saya ketahui baru-baru saja. Menilik fungsinya, prolog berfungsi untuk memberi pembaca informasi yang dia butuhkan untuk memahami inti cerita. Masalahnya, prolog seringkali lepas dari inti cerita yang ujungnya mengganggu pace dan menghambat laju cerita. Gampangnya, coba hilangkan prologmu, apakah berimbas ke plot cerita? kalau tidak berimbas apa pun, kita harus rela membuangnya dan langsung saja masuk ke bab 1. Bab prolog ini sepertinya cukup menarik, saya akan lebih membahasnya suatu saat. Intinya, berhati-hatilah saat memutuskan memakai/tidak memakai prolog pada cerita.
Demikian lima hal yang perlu dilakukan dalam menulis tiga bab awal. Menulisnya tentu tidak mudah, bahkan sampai sekarang, saya masih merasa perlu terus belajar gimana bikin tiga bab yang benar-benar nampol. Harapannya, postingan saya bisa bermanfaat untuk kita semua ya.
Nah, kamu bisa enggak setuju loh dengan poin-poin di atas, atau mungkin kamu punya tips yang lebih nendang? Feel free to share di kolom komentar ya ^_^
Oiya, baca juga postingan kolaborasi saya dan Thessa yang lain:
- Tips menerbitkan buku di Penerbit Mayor (oleh Dimas Abi) dan Penerbit Indie (oleh Thessalivia)
- 10 kesalahan penulis pemula oleh Dimas Abi dan Thessalivia
Sampai jumpa di postingan kolaborasi kami selanjutnya yaaa!
Puasa alhamdulillah lancaaar 😁😁
ReplyDeleteMakasii tipsnya Abii 😍😍 Baru tau yg poin terakhir, malah ternyata kita hrs hati2 sama prolog yaaa. Sebenerny pas dicoba hilangkan pun, cerita ttp bs jalan tanpa prolog. Waktu itu malah ca denger dr salah satu editor, prolog itu berguna klo bagian awal cerita kita masih agak flat, prolog bisa menjadi salah satu alasan yang bikin pembaca lanjut baca n penasaran sama kelanjutan ceritanya. Tp ya itu, kayak kata Abi, berhati2 dlm eksekusinya. Boleh tuh pankapan dibahas lg bi lbh detail tentang prolog 😁
Betul, Thess. Tentang prolog ini aku baru tahu pas kelas Mbak Rosi hahaha. Menarik sih, entar aku kumpul2in referensi dulu, kapan2 bisa kali dibahas.
DeleteSemangat nulis dan puasanya ya..
Puasa lancar sejahtera hha...
ReplyDeleteWahhh saya biasanya memutarkan-mutarkan strategi diatas dalam menulis sebuah artikel.. Kadang backstory juga, prolog juga ada, dan kalau memancing penasaran jarang sih hha.. Mungkin kalau soal backstory lebih ke mengingatkan kembali gitu sih, seperti untuk bisa kesana terlebih dahulu lakukan hal ini dulu gitu.. Wuehehe tapi tipsnya mantep banget sih..
Terima kasih telah berkunjung. Sepertinya tips ini bisa untuk non fiksi/ artikel juga. Cuma saya belum pernah nyoba hehe
Delete